Sumenep (kilasmadura.com) – Ketua DPP PDI Perjuangan MH Said Abdullah menilai doktrin pertahanan Presiden Prabowo Subianto yang berpijak pada sistem pertahanan semesta masih sangat relevan di era global.
Sifat dari sistem pertahanan semesta yang dirumuskan Jenderal AH Nasution itu melibatkan seluruh rakyat dan sumber daya nasional dalam membangun pertahanan.
“TNI dan Polri sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan utama akan ditopang oleh partisipasi aktif rakyat terlatih dalam bela negara,” kata Said dalam keterangannya, Senin (6/10).
Relevansi sistem pertahanan semesta semakin nyata, karena bentuk perang di masa kini tidak hanya bersifat konvensional.
Selain perang fisik, ancaman juga datang dalam bentuk perang politik, ekonomi, budaya, dan siber.
Dalam konteks tersebut diperlukan keterlibatan masyarakat dan kalangan profesional untuk memperkuat kapasitas pertahanan nasional.
“Doktrin ini masih sangat relevan. Dunia kini tidak hanya mengarah pada perang konvensional, tetapi juga ada perang politik, ekonomi, budaya dan siber,” kata anggota DPR RI dari Jawa Timur XI (Madura) ini, menerangkan.
Dalam perang non konvensional, TNI dan Polri memiliki keterbatasan. Tentunya diperlukan dukungan rakyat terlatih, kaum profesional yang ahli di bidangnya masing-masing, terintegrasi dengan kekuatan TNI dan Polri.
Namun, kekuatan pertahanan konvensional tetap dibutuhkan. Meskipun medan perang modern telah berkembang menjadi multifront.
Said menjelaskan, konsep Minimum Essential Force (MEF) menjadi ukuran penting untuk memastikan kemampuan dasar pertahanan nasional terpenuhi.
“Walaupun medan perang mutakhir sudah multifront, tidak serta merta kekuatan pertahanan konvensional tidak diperlukan,” kata politisi kelahiran Sumenep ini, menambahkan.
Pemenuhan MEF TNI memerlukan dukungan organisasi, anggaran, pengembangan industri pertahanan, dan peningkatan profesionalitas prajurit.
Ia pun menyoroti langkah konkret Presiden Prabowo selama menjabat Menteri Pertahanan yang memperkuat struktur organisasi TNI melalui pembentukan sejumlah komando baru.
Sejak menjadi Menteri Pertahanan, Presiden Prabowo telah membentuk enam Komando Daerah Militer baru, 14 Komando Daerah Angkatan Laut, tiga Komando Daerah Angkatan Udara, satu Komando Operasi Udara, enam grup Komando Pasukan Khusus.
Kemudian, 20 Brigade Teritorial Pembangunan, satu Brigade Infanteri Marinir, satu Resimen Korps Pasukan Gerak Cepat, dan 100 Batalion Teritorial.
Selain itu, pembangunan lima Batalion Infanteri Marinir, dan lima batalion Komando Korps Pasukan Gerak Cepat.”
Said mengemukakan, kemandirian industri pertahanan nasional menjadi faktor penting lain yang harus diperkuat.
Indonesia telah memiliki sejumlah perusahaan strategis yang berperan besar dalam penyediaan alat utama sistem senjata (alutsista), seperti PT PAL dan PT Pindad.
Selain itu, Indonesia menggandeng Korea Selatan dalam pengembangan pesawat tempur generasi 4.5, KAI KF-21 Boramae.
Intinya, industri pertahanan nasional diperlukan untuk membangun kemandirian alat pertahanan nasional.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini memastikan akan selalu memberikan dukungan untuk memperkuat anggaran pertahanan.
Untuk sementara, alokasi anggaran Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara-negara dengan kekuatan militer besar.
Defend Budget Rank 2025 yang dirilis oleh Global Firepower menempatkan Indonesia di urutan 29, di bawah Singapura di urutan 26.
Kondisi tersebut belum ideal untuk mendukung MEF, karena memang keterbatasan fiskal.
Pada masa mendatang, kebutuhan anggaran pertahanan akan diperkuat sejalan dengan upaya penyehatan fiskal.
Said juga menekankan profesionalitas prajurit TNI menjadi modal paling utama dalam membangun kekuatan pertahanan nasional yang tangguh.
Profesionalitas itu mencakup netralitas dari politik praktis dan kompetensi tempur yang mumpuni.
“TNI dibangun dengan merit sistem yang ketat, prestasi menjadi acuan kenaikan pangkat. Bravo, Dirgahayu TNI ke-80 tahun. Jadilah patriot bangsa gagah berani,” katanya, menegaskan. (*)