Sumenep (kilasmadura.com) – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna ke-5 masa persidangan I tahun sidang 2025–2026, Selasa (23/09).
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah menekankan pentingnya menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah.
Gejolak harga pada sektor riil dan tekanan moneter dapat memicu krisis apabila kebijakan fiskal dan moneter tidak sejalan.
“Kami meminta pemerintah bersama Bank Indonesia mampu merealisasikan bauran kebijakan yang gesit serta kreatif,” kata politisi kelahiran Sumenep, Jawa Timur, itu, dalam laporannya di rapat paripurna DPR RI.
Dengan pengesahan RAPBN 2026, DPR dan pemerintah menaruh harapan besar agar perekonomian Indonesia tetap stabil, daya beli masyarakat terjaga, dan kemampuan fiskal negara semakin kuat menghadapi tantangan global.
Berdasarkan hasil keputusan rapat, pendapatan negara dalam RAPBN 2026 ditetapkan sebesar Rp3.153,6 triliun, naik Rp5,9 triliun dari usulan awal.
Dari jumlah tersebut, penerimaan perpajakan mencapai Rp2.693,7 triliun, terdiri dari pajak sebesar Rp2.357,7 triliun dan kepabeanan serta cukai Rp336 triliun.
Penerimaan negara bukan pajak ditargetkan Rp459,2 triliun, sementara hibah tetap di angka Rp0,66 triliun.
Sementara belanja negara disepakati sebesar Rp3.842,7 triliun atau meningkat Rp56,2 triliun dari rencana sebelumnya.
Belanja pemerintah pusat mencapai Rp3.149,7 triliun yang terdiri atas belanja kementerian/lembaga sebesar Rp1.510,5 triliun dan belanja non-kementerian/lembaga Rp1.639,1 triliun.
Adapun transfer ke daerah (TKD) ditetapkan Rp693 triliun, naik Rp43 triliun dari usulan awal.
Keseimbangan primer RAPBN 2026 diproyeksikan sebesar Rp89,7 triliun, dengan defisit anggaran sebesar Rp689,1 triliun atau 2,68 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Defisit tersebut akan ditutup melalui pembiayaan anggaran dengan nilai yang sama. (KM-01)